Hari ini semestinya saya dan generasi Indonesia yang
lahir menjelang akhir abad 20 melihat kalimat itu bukan sebagai impian
kosong tapi sebuah kenyataan. Para founding fathers kita sangat
menyadari potensi Indonesia untuk menjadi sebuah negara besar, kuat
secara ekonomi, politik dan militer, mereka dengan seksama mempersiapkan
Indonesia untuk menjadi Negara Adidaya masa depan.
Jika kita amati, negara maju dan memiliki kekuatan ekonomi saat ini selalu merupakan negara industri. Namun demikian Jepang, Swiss dan Jerman mungkin maju dan kuat secara ilmu pengetahuan, ekonomi dan industri, tapi untuk saat ini tidak bisa disebut negara adidaya. Hari ini untuk melihat model negara adidaya mau tidak mau kita harus mengiblatkan pandangan utama ke Amerika Serikat, dan melihat model lain pada Uni Soviet, Inggris, yang terbaru China, serta melihat model masa lalu pada Jerman, Perancis dan Jepang.
Jadi apakah yang disebut negara Adidaya? Menurut wikipedia, Negara adikuasa atau negara adidaya, adalah negara yang mempunyai kekuasaan lebih di percaturan politik baik dalam memengaruhi peristiwa-peristiwa global maupun lebih jauh mengambil keputusan dalam proyek-proyek internasional penting.
Alasan kenapa negara adidaya menjadi dan penentu keputusan internasional karena selain kuat secara ekonomi negara ini sangat kuat secara militer dan sangat siap untuk menghadapi keadaan darurat (baca: perang). Pendek kata negara adidaya terampil dalam memanfaatkan kekuatan militernya yang super hebat untuk diplomasi dan menentukan kebijakan negara lain tanpa harus berperang. Dalam konotasi positif Negara Adidaya menggunakan kekuatannya sebagai kartu as diplomasi, menjaga perdamaian dan memimpin negara lain, dalam konotasi negatifnya mengintimidasi, memaksakan kepentingan dan mengintervensi negara lain.
Dari beberapa model Negara Adidaya yang saya amati di masa lalu dan masa kini, negara adidaya memiliki ciri-ciri tertentu atau bisa disebut hal-hal yang paling mendasar yang sangat penting, sehingga merupakan semacam hal yang wajib dimiliki guna menyandang label Adidaya.
Selain (tentunya) negara tersebut merupakan negara yang maju ilmu pengetahuannya dan kuat secara ekonomi, negara tersebut memiliki hal-hal sebagai berikut:
Sangat beruntung sebelum era B.J Habibie, Indonesia memiliki seorang Nurtanio yang dengan sumberdaya seadanya sanggup memproduksi pesawat dengan DNA lokal 100% dalam tubuh pesawat glider NWG-1 kemudian dilanjutkan Sikumbang, Belalang dan Gelatik untuk kebutuhan AURI sebagai salah satu produsen pesawat terbang (red: pesawat tempur) pertama di Asia menyusul Jepang. Hebatnya, semua benih kehebatan Indonesia didukung sumberdaya alam berlimpah.
Amerika mencium potensi Indonesia untuk berkembang dan menjadi pesaing Adidaya masa depan, begitu juga Unisoviet, dua negara Adikuasa saat itu berebut pengaruh di Indonesia di era Soekarno. Soekarno di balik kehebatannya memotivasi bangsa mungkin terlalu dini untuk membawa Indonesia yang masih bayi untuk melawan Amerika yang membawanya pada kudeta berdarah 1965 dan kejatuhan 1966 yang diduga kental campur tangan Amerika.
Soeharto tidak diragukan lagi seorang adalah Jenderal brilian, kelihaiannya meraih pucuk kekuasaan dan berkuasa selama 32 tahun tanpa tergoyahkan adalah bukti paling nyata keahliannya menyusun strategi. Tapi dia bukan seorang negarawan pemikir yang memiliki visi masa depan seperti Soekarno. Keberpihakannya pada Amerika dan arahan politiknya begitu kentara liberal. Gerakan pembangunannya masif sporadis dan berorientasi ekonomi murni mengabaikan pilar-pilar yang dibangun para founding fathers. Industri baja hanya diberikan label PT melalui nama Krakatau Steel, Jalur kereta tak pernah bertambah (bahkan berkurang), pabrik kereta tidak terurus, pabrik senjata cuma berganti nama, hanya memproduksi pistol dan peluru untuk menembak bangsa Indonesia sendiri, industri pesawat terbang pun hanya menjadi kebanggaan semu karena AURI saja mengimpor hampir semua pesawat dari Amerika.
Hasilnya,….jika Jepang berhasil bangkit dari kehancuran Perang Dunia II untuk membangun ekonominya dalam waktu sekitar 30 tahun, maka dalam periode yang kurang lebih sama Indonesia cuma bisa menghasilkan satu kali swasembada pangan dan memberikan sebagian besar hasil sumberdaya alamnya kepada Amerika dan berandil membangun Jepang.
Source
Jika kita amati, negara maju dan memiliki kekuatan ekonomi saat ini selalu merupakan negara industri. Namun demikian Jepang, Swiss dan Jerman mungkin maju dan kuat secara ilmu pengetahuan, ekonomi dan industri, tapi untuk saat ini tidak bisa disebut negara adidaya. Hari ini untuk melihat model negara adidaya mau tidak mau kita harus mengiblatkan pandangan utama ke Amerika Serikat, dan melihat model lain pada Uni Soviet, Inggris, yang terbaru China, serta melihat model masa lalu pada Jerman, Perancis dan Jepang.
Jadi apakah yang disebut negara Adidaya? Menurut wikipedia, Negara adikuasa atau negara adidaya, adalah negara yang mempunyai kekuasaan lebih di percaturan politik baik dalam memengaruhi peristiwa-peristiwa global maupun lebih jauh mengambil keputusan dalam proyek-proyek internasional penting.
Alasan kenapa negara adidaya menjadi dan penentu keputusan internasional karena selain kuat secara ekonomi negara ini sangat kuat secara militer dan sangat siap untuk menghadapi keadaan darurat (baca: perang). Pendek kata negara adidaya terampil dalam memanfaatkan kekuatan militernya yang super hebat untuk diplomasi dan menentukan kebijakan negara lain tanpa harus berperang. Dalam konotasi positif Negara Adidaya menggunakan kekuatannya sebagai kartu as diplomasi, menjaga perdamaian dan memimpin negara lain, dalam konotasi negatifnya mengintimidasi, memaksakan kepentingan dan mengintervensi negara lain.
Dari beberapa model Negara Adidaya yang saya amati di masa lalu dan masa kini, negara adidaya memiliki ciri-ciri tertentu atau bisa disebut hal-hal yang paling mendasar yang sangat penting, sehingga merupakan semacam hal yang wajib dimiliki guna menyandang label Adidaya.
Selain (tentunya) negara tersebut merupakan negara yang maju ilmu pengetahuannya dan kuat secara ekonomi, negara tersebut memiliki hal-hal sebagai berikut:
- Negara tersebut memiliki Industri Baja.
Baja merupakan penopang paling dasar sebuah negara untuk bertransformasi menjadi sebuah negara industri. Kebutuhan baja sangat vital untuk membangun ekonomi dan perindustrian. Bahkan kalau pun industri tahu atau tempe cuma membutuhkan kedelai dan ragi, paling tidak ia membutuhkan baja untuk bahan bangunan dan alat produksi. Terlebih dalam kondisi perang, dari era perang zaman keris dan tombak hingga era Alutista, untuk produksi persenjataan, energi dan alat transportasi industri baja tidak mungkin dipungkiri kebutuhan mutlaknya. - Negara tersebut memiliki industri kereta api yang maju dan menjadikannya sebagai alat massa.
Kenapa kereta api? Untuk distribusi dan logistik dibutuhkan alat transportasi yang sanggup mengangkut orang, bahan pangan dan barang dalam jumpah besar. Secara alami kereta api memiliki daya angkut yang besar, kuat dan tidak terpengaruh cuaca. Pembangunan pra sarana kereta api berupa rel memang membutuhkan dana dan sumber daya yang sangat besar, namun sebanding dengan keunggulan daya angkut, kemudahan perawatan, kecepatan pemulihan prasarana, usia yang panjang dan ongkos operasional yang dibutuhkan kereta api.
Bukti otentik pentingnya industri kereta api sebagai alat transportasi adalah hampir seluruh negara maju saat ini tiap kotanya terhubung oleh jalur kereta, mereka memiliki industri kereta api mandiri dan mengandalkan kereta api sebagai alat transportasi. Sejarah bahkan mencatat di awal abad 20 Russia membangun jalur kereta api terpanjang di dunia untuk mendongkrak kekuatan industrinya, dan hingga hari ini masih berdiri menopang perekonomian dan industrinya.
Alasan penting lainnya: Kereta Api anti macet, terlambat mungkin iya, mogok juga iya, tapi macet tidak. - Negara tersebut memiliki industri pembuatan senjata.
Kelengkapan Alutista dan persenjataannya selalu dijadikan indikator kekuatan militer suatu negara. Tapi apalah artinya jika seluruh persenjataan dan alat militer merupakan hasil impor? Dalam kondisi darurat, ketergantungan pada senjata impor adalah kartu paling mematikan yang dalam sesaat bisa menentukan hasil akhir peperangan. Kepemilikan industri pembuatan senjata membuat suatu negara bisa membangun armada perang sebesar jumlah penduduknya. - Negara tersebut memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memproduksi pesawat terbang mandiri.
Kemampuan suatu negara membangun industri pesawat terbang adalah indikator utama kemajuan ilmu pengetahuan dan kekuatan ekonomi negara tersebut. Negara yang sudah sanggup memproduksi pesawat terbang bisa dipastikan sanggup memproduksi alat lain seperti mobil dan kapal laut.
Hari ini menjadi tidak mungkin membandingkan kekuatan militer sebuah negara tanpa membandingkan kekuatan udara dan kecanggihan pesawat yang dimiliki militernya. Faktanya, saat ini segelintir negara yang memiliki industri pesawat terbang mandiri hanya terdiri atas negara maju. Kenyataan bahwa penguasaan udara adalah mutlak dalam era perang modern menegaskan kemampuan memproduksi pesawat terbang berarti kemampuan untuk memproduksi salah satu senjata terpenting dalam peperangan tanpa tergantung pihak lain. - Ciri terakhir negara Adidaya yang merupakan ciri utama dan
paling penting: negara tersebut memiliki sumberdaya yang berlimpah
untuk berdiri secara mandiri. Barangkali klise, tapi alasan ini bukanlah untuk menghibur diri.
Era damai maupun era perang, kebutuhan sumberdaya alam yang melimpah tidak terhindarkan. Apalagi era perang era paling haus energi dan sumberdaya, keberadaan sumber daya alam yang melimpah bisa menjadi poin paling menentukan dalam memenangkan peperangan.
Jika ditelaah kekalahan Jerman dan Jepang pada Perang Dunia II merupakan kekalahan yang diawali kekurangan sumber daya alam, kemudian diikuti dengan kekalahan fisik di pertempuran vital. Dari segi kekuatan armada, strategi dan teknologi, Jepang dan Jerman tidak kalah kuat dari Sekutu, tapi secara sumber daya mereka lebih minim. Kondisi ini sebenarnya sudah disadari oleh petinggi militernya sejak awal, sehingga strategi perang yang mereka jalankan adalah menggerakan kekuatan militer secara masif untuk menaklukan setiap musuhnya secepat mungkin dan menghindari perang jangka panjang.
Pada periode menjelang pengakuan menyerah kepada sekutu, Jepang mati-matian mengumpulkan setiap keping biji besi di atas tanahnya dan memberdayakan koloninya untuk memenuhi kebutuhan armada tempurnya dari sisi manusia maupun sumberdaya alam. Jepang praktis sudah tidak sanggup berbuat apa-apa karena kekurangan armada tempur ketika pesawat AS dengan leluasa melakukan penetrasi ke jantung wilayah jepang dan melakukan eksperimen bom atom.
Demikian halnya Jerman yang diburu waktu untuk segera bergerak menaklukan Inggris. Meskipun sebelum Perang Dunia ke-2 dimulai pun Luftwaffe tercatat sebagai armada udara paling kuat dan berpengalaman, dalam pertempuran paling menentukan bertajuk “Battle of Britain” Luftwaffe Jerman mengalami kekalahan telak dari Royal Air Force Inggris. Alasannya sederhana: kalah jumlah dan kalah umur.
Ketika inggris terus meningkatkan produksi pesawat tempur dan merekrut anak-anak muda untuk dilatih menerbangkan armada udaranya, Jerman tidak bisa melakukan hal serupa karena kekurangan sumber daya alam. Armada udara Jerman terdiri dari pilot-pilot ace terbaik namun terbang dengan pesawat tua melawan remaja-remaja yang baru belajar terbang tetapi menggunakan pesawat produksi terbaru dalam jumlah yang lebih besar.
Sangat beruntung sebelum era B.J Habibie, Indonesia memiliki seorang Nurtanio yang dengan sumberdaya seadanya sanggup memproduksi pesawat dengan DNA lokal 100% dalam tubuh pesawat glider NWG-1 kemudian dilanjutkan Sikumbang, Belalang dan Gelatik untuk kebutuhan AURI sebagai salah satu produsen pesawat terbang (red: pesawat tempur) pertama di Asia menyusul Jepang. Hebatnya, semua benih kehebatan Indonesia didukung sumberdaya alam berlimpah.
Amerika mencium potensi Indonesia untuk berkembang dan menjadi pesaing Adidaya masa depan, begitu juga Unisoviet, dua negara Adikuasa saat itu berebut pengaruh di Indonesia di era Soekarno. Soekarno di balik kehebatannya memotivasi bangsa mungkin terlalu dini untuk membawa Indonesia yang masih bayi untuk melawan Amerika yang membawanya pada kudeta berdarah 1965 dan kejatuhan 1966 yang diduga kental campur tangan Amerika.
Soeharto tidak diragukan lagi seorang adalah Jenderal brilian, kelihaiannya meraih pucuk kekuasaan dan berkuasa selama 32 tahun tanpa tergoyahkan adalah bukti paling nyata keahliannya menyusun strategi. Tapi dia bukan seorang negarawan pemikir yang memiliki visi masa depan seperti Soekarno. Keberpihakannya pada Amerika dan arahan politiknya begitu kentara liberal. Gerakan pembangunannya masif sporadis dan berorientasi ekonomi murni mengabaikan pilar-pilar yang dibangun para founding fathers. Industri baja hanya diberikan label PT melalui nama Krakatau Steel, Jalur kereta tak pernah bertambah (bahkan berkurang), pabrik kereta tidak terurus, pabrik senjata cuma berganti nama, hanya memproduksi pistol dan peluru untuk menembak bangsa Indonesia sendiri, industri pesawat terbang pun hanya menjadi kebanggaan semu karena AURI saja mengimpor hampir semua pesawat dari Amerika.
Hasilnya,….jika Jepang berhasil bangkit dari kehancuran Perang Dunia II untuk membangun ekonominya dalam waktu sekitar 30 tahun, maka dalam periode yang kurang lebih sama Indonesia cuma bisa menghasilkan satu kali swasembada pangan dan memberikan sebagian besar hasil sumberdaya alamnya kepada Amerika dan berandil membangun Jepang.
Source
Tidak ada komentar:
Posting Komentar