Rencana Pemda DKI Jakarta membangun enam ruas tol baru dalam kota, hanya
mendatangkan satu kebaikan. Yakni, memberikan fasilitas bagi pengguna
kendaraan pribadi. Sisanya adalah keburukan.
Itulah hasil kajian
Tommy Tamtomo, Penggiat Forum Komunikasi Rakyat Jl Pangeran
Antasari-Prapanca tentang dampak buruk dari pembangunan tol dalam kota.
Dia bersama dengan warga termasuk yang menentang pembangunan jalan
layang di Pangeran Antasari, di antaranya lantaran ratusan pohon
ditebang di kawasan itu.
Berikut ini dampak buruk pembangunan jalan layang tol dari studi yang dilakukan oleh Tommy:
Pembelian mobil bakal meningkat
Penambahan
infrastruktur jalan justru memberikan ruang baru bagi pemilik mobil,
sehingga pertumbuhan mobil akan semakin pesat. Karena itu, dalam jangka
panjang justru akan menambah arus lalulintas dan kemacetan kembali. Dia
merujuk sebuah studi yang dilakukan di University of California,
Berkeley, Amerika. Antara 1973 dan 1990 didapatkan, untuk setiap 10
persen kenaikan kapasitas jalan raya (termasuk jalan tol), lalu lintas
juga naik sekitar 9 persen dalam waktu empat tahun.
Kebersihan udara menurun
Makin
banyak mobil menumpuk di jalan-jalan Kota Jakarta, membuat udara bersih
makin berkurang. Polusi udara makin meningkat. Pembangunan jalan tol
itu akan menyebabkan komunitas tumbuhan akan berkurang, seperti yang
terjadi pada jalan layang Prapanca. Penebangan besar-besaran bakal
terjadi.
Potensi masyarakat sakit makin tinggi
Polusi
yang makin merajalela di ruang udara kota, membuat masyarakat makin
rentan dengan penyakit. Bertambahnya penyakit dari polusi udara oleh
partikel-partikel halus dan besar akibat penambahan arus lalu lintas,
meningkatkan rasa sakit, seperti aritmia jantung, kematian karena
serangan jantung, kanker paru-paru dan penyakit cardio-pulmonary (sakit
jantung dan paru-paru).
Hanya perpindahan beban transportasi
Pembangunan
jalan tol maupun jalan layang non-tol seperti yang terjadi di Jalan
Antasari-Blok M, Jakarta Selatan, hanya memindahkan beban transportasi
ke ruas baru itu. Dengan perpindahan beban tersebut, justru akan
menimbulkan polusi udara, suara bising dan kemacetan makin bertumpuk.
Pelanggaran hak asasi manusia
Dengan
pembangunan tol dalam kota, itu berarti negara hanya memberikan
fasilitas bagi pemilik mobil sementara yang tidak memiliki mobil
dibiarkan berdesak-desakan di angkutan umum yang buruk sambil menghirup
polusi udara yang semakin parah. Menurut Tommy, 70 persen dari
pemanfaatan jalan dilakukan oleh non-pemilik kendaraan pribadi. Sisanya,
30 persen, oleh pemilik kendaran pribadi.
Karena itu, solusi
yang ditawarkan adalah pembangunan transportasi publik yang mestinya
terus dikembangkan. Misalnya menggencarkan penambahan fasilitas dan
infrastruktur kereta api, monorail, maupun busway.
Mengingat
dampak buruk pembangunan jalan tol dalam kota lebih banyak ketimbang
manfaatnya, maka dari hasil riset yang dilakukan oleh Tommy menyebutkan,
sejumlah negara malah menghancurkan jalan layang tol seperti yang
dilakukan oleh pemerintah Korea. Alasannya, kawasan Cheonggye di Seoul
itu menjadi sangat sesak dan bising. Bahkan secara ekonomi, daerah di
sekitarnya tidak bisa dikembangkan apapun.
Lima Dampak Buruk Pembangunan Tol Dalam Kota
Label: Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar